Waktu Subuh: Tinjauan Pengamatan Astronomi

Dhani Herdiwijaya

Abstract


Fenomena peralihan siang dan malam yang dalam Islam terkait dengan penentuan awal waktu subuh dan isya, berlangsung relatif singkat, yaitu orde satu jam. Salah satu cara untuk mengkuantifikasi fase peralihan malam menuju siang adalah mengukur kecerahan langit dengan alat sederhana pengukur intensitas cahaya yang disebut fotometer. Makalah ini menyajikan hasil pengukuran kecerahan langit untuk hari tertentu yang dipilih dengan kriteria yang ditentukan, yaitu cuaca cerah, minimal awan, dan tidak ada sabit bulan. Pengukuran kecerahan langit dilakukan di empat lokasi, yaitu Observatorium Bosscha, Cimahi, Yogyakarta, dan Kupang. Pengukuran mengonfirmasi bahwa cahaya Matahari berinteraksi dengan lapisan atas atmosfer Bumi mulai terjadi pada sudut elevasi 17 derajat atau sekitar 65 menit sebelum Matahari terbit. Hasil lainnya adalah kecerahan langit fajar (morning twilight) dan senja (evening twilight) mempunyai profil yang relatif sama, sehingga sudut elevasi 17 derajat dapat menjadi awal dari waktu salat Subuh dan Isya. Polusi cahaya sangat berpengaruh terhadap nilai kegelapan malam hari. Efek malam semu ditemukan dalam studi ini, yaitu kondisi kecilnya perubahan kecerahan langit sampai sudut elevasi 11 derajat, akibat dari cahaya Matahari yang terserap oleh partikel-partikel polutan di atmosfer rendah.

Keywords


waktu subuh; waktu isya; fajar astronomi; cahaya zodiak; kecerahan langit

Full Text:

PDF

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Copyright (c) 2017 Dhani Herdiwijaya

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.

ISSN: 1410-332X (p); 2540-2979 (e)

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License